Dalam Islam, pernikahan tidak sekadar penyatuan dua insan, melainkan sebuah ikatan suci yang disebut Mīthāqan Ghalīzhā, atau perjanjian yang kokoh. Istilah ini menekankan betapa seriusnya akad nikah, yang diangkat derajatnya sejajar dengan perjanjian para nabi. Perjanjian ini diucapkan melalui proses Ijab Qabul, yaitu penyerahan dari wali dan penerimaan dari mempelai pria. Ijab Qabul ini, meskipun singkat, memindahkan status sepasang manusia dari individu menjadi suami istri yang terikat secara agama dan hukum.
Perubahan status ini membawa serta Konsekuensi Hukum yang sangat mendasar. Setelah akad, timbul hak dan kewajiban timbal balik yang diatur jelas dalam syariat Islam dan undang-undang perkawinan negara. Suami memiliki kewajiban menafkahi istri (nafkah), memberikan tempat tinggal (maskan), dan perlakuan baik. Sebaliknya, istri berkewajiban mentaati suami dalam batas-batas yang tidak melanggar syariat. Pelanggaran terhadap kewajiban ini dapat menjadi dasar bagi gugatan atau sanksi hukum di kemudian hari.
Salah satu Konsekuensi Hukum yang paling signifikan dari akad adalah legitimasi keturunan. Anak yang lahir dari pernikahan yang sah secara otomatis memiliki hubungan nasab dengan ayahnya, yang membawa implikasi pada hak waris, perwalian, dan kewajiban pemeliharaan (hadhanah). Tanpa akad yang sah dan dicatatkan, status anak dapat menjadi tidak jelas di mata hukum, menimbulkan berbagai komplikasi administrasi dan perdata. Pentingnya pencatatan akad memastikan perlindungan hak-hak seluruh anggota keluarga.
Di tingkat negara, akad nikah yang dicatatkan di Kantor Urusan Agama (KUA) menghasilkan buku nikah, yang merupakan bukti otentik Konsekuensi Hukum pernikahan. Dokumen ini menjadi dasar untuk semua urusan perdata, mulai dari pembuatan akta kelahiran, pengurusan waris, hingga pengajuan kredit perbankan. Tanpa pencatatan, pasangan menghadapi kesulitan dalam pembuktian status mereka di hadapan lembaga negara, sering disebut pernikahan siri, yang rentan terhadap masalah di masa depan.
Secara ringkas, akad nikah sebagai Mīthāqan Ghalīzhā adalah pintu gerbang menuju serangkaian Konsekuensi Hukum dan spiritual. Proses Ijab Qabul bukan sekadar ritual, melainkan kontrak formal yang mengikat secara permanen di dunia dan akhirat. Memahami kedalaman janji suci ini, serta semua Konsekuensi Hukum yang melekat padanya, adalah fondasi penting untuk membangun rumah tangga yang harmonis dan terlindungi secara hukum, serta menjaga martabat pernikahan sebagai institusi yang sakral.
