Kasus ayah di Cigalontang, Tasikmalaya, yang tega potong alat kelamin anak kandungnya yang baru berusia 2 tahun menggemparkan publik. Setelah penyelidikan intensif, pihak kepolisian akhirnya mengungkap motif di balik tindakan keji R (37) tersebut. Berdasarkan pemeriksaan kejiwaan, pelaku dinyatakan mengalami depresi berat dan halusinasi, yang membuatnya melakukan perbuatan mengerikan itu.
Kapolres Tasikmalaya Kota AKBP Aszhari Kurniawan menjelaskan bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan sementara dan keterangan saksi, termasuk keluarga, pelaku menunjukkan perilaku yang tidak wajar beberapa waktu sebelum kejadian.
Puncaknya, pada Selasa (13/12/2022), R membawa korban ke belakang rumah dan melakukan tindakan brutal menggunakan golok.
Motif yang mendasari tindakan pelaku ternyata berakar pada delusi dan halusinasi hinga ayah tega potong alat kelamin anak yang dialaminya. Dalam kondisi gangguan jiwa tersebut, pelaku diduga memiliki keyakinan yang menyimpang dan tidak rasional, yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan yang sangat menyakiti anak kandungnya.
Pihak kepolisian menegaskan bahwa motif ini murni disebabkan oleh kondisi kejiwaan pelaku, dan tidak ada indikasi motif lain seperti dendam atau masalah keluarga yang signifikan.
Saat ini, pelaku telah diamankan pihak kepolisian dan menjalani penanganan kejiwaan lebih lanjut. Proses hukum tetap akan berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dengan mempertimbangkan kondisi mental pelaku sebagai faktor pemberat atau peringan hukuman.
Sementara itu, kondisi korban pasca-operasi dilaporkan terus membaik, namun pendampingan psikologis jangka panjang akan sangat dibutuhkan untuk memulihkan trauma yang dialaminya.
Masyarakat diharapkan dapat lebih peduli terhadap kondisi psikologis orang-orang di sekitar dan tidak ragu untuk mencari bantuan profesional jika melihat adanya indikasi gangguan jiwa. Peristiwa di Tasikmalaya ini adalah tragedi yang mendalam dan menyoroti betapa berbahayanya kondisi depresi berat dan halusinasi yang tidak tertangani.
Fokus utama saat ini adalah pemulihan fisik dan psikologis korban. Dukungan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah, psikolog anak, dan relawan, sangat dibutuhkan untuk membantu korban melewati masa sulit ini dan memulihkan kehidupannya di masa depan. Kasus ini menjadi pelajaran pahit tentang pentingnya deteksi dini dan penanganan gangguan jiwa.
